Friday, October 16, 2009

Tulisan ini saya buat setelah terinspirasi oleh Pak Ewa yang selalu mengatakan bahwa menulis sangat mudah. Saya sadar banyak sekali kekurangan dalam tulisan saya ini baik dari segi materi maupun segi tata bahasa. Akan tetapi, mengutip perkataan Pak Ewa, sangat tidak bijak jika kita membandingkan tulisan kita (yang notabene masih pemula) dengan tulisan para penulis ternama. Oleh sebab itulah saya akan senantiasa memperkaya wawasan dan kemampuan tata Bahasa Indonesia yang baik sesuai EYD, agar bisa menghasilkan tulisan yang bermanfaat.

Planet Bumi, 16 Juli 2009

Atika Dwi



Buku membuka jendela pengetahuan. Perpustakaan gudang ilmu. Sejumlah kalimat-kalimat klise tentang dunia buku sering kita dengar baik dalam media cetak, elektronik, maupun dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah. Akan tetapi saya seringkali melihat keadaan yang amat sangat bertolak belakang dengan kalimat-kalimat itu. Utamanya pada remaja zaman sekarang. Kita tidak bisa menolak kemajuan teknologi yang mulai menyapa negeri kita di era globalisasi ini. Tetapi kemajuan teknologi ini telah membentuk kepribadian praktis pada remaja kita. Segala sesuatu selalu ingin dikerjakan dengan instan dan praktis, sudah tidak mempedulikan bagaimana proses dan cara mengerjakannya, yang terpenting adalah bagaimana hasilnya.

Internet telah mengubah pola hidup masyarakat modern. Lihat saja remaja-remaja zaman sekarang. Dengan booming-nya fasilitas internet dan situs-situs pertemanan seperti facebook dan friendster semakin mempermudah kita untuk menambah teman kapan saja dan di mana saja selama bisa terkoneksi dengan internet. Sehingga ada anggapan kalau belum gabung di komunitas semacam itu, berarti kuper, kurang gaul, atau cupu. Anggapan demikian membuat remaja-remaja lain turut serta bergabung karena takut dicap kurang pergaulan. Jadilah komunitas semacam ini menyebar bak virus H1N1 yang sangat cepat menular. Positifnya, remaja jadi tidak gaptek alias gagap teknologi, mampu mengikuti perkembangan zaman, mudah mengetahui informasi-informasi aktual serta menambah wawasan. Negatifnya? Yah... nilai sendiri saja...

Satu hal yang perlu kita cermati dari kemajuan teknologi ini adalah, berkurangnya minat baca di kalangan masyarakat, utamanya pelajar. Saya hanya ingin berkata : mari membaca... mari membaca...
Tanpa bermaksud menyalahkan kemajuan teknologi -yang telah memberi kemudahan dalam berbagai bidang kehidupan kita- hendaknya kita lebih bijak dalam menyikapi fenomena kemajuan ini. Sehingga kemajuan itu benar-benar membawa manfaat dan tidak menjadi bomerang bagi kehidupan kita.


Aduh, nyambung kada ne, dengan gagasan utamanya? Ngalor ngidul ke sana kemari dari tadi...

Langsung saja pada pokok permasalahan. Kali ini saya mengangkat tema : Mari Membaca. Tema yang barangkali menurut Anda sudah basi, out to date, atau, apalah... Tetapi menurut saya tema ini masih sangat menarik dan penting. “Jujur... aku tak kuasa...” (Kok jadi nyanyi lagu Kerispatih??) Ehm...! Ehm...! Jujur, saya merasa prihatin dengan realita yang ada pada remaja saat ini. Realita yang sangat menyedihkan bagi saya pribadi, dimana minat baca remaja sangat minim. Dari hasil pembicaraan saya dengan beberapa teman, saya simpulkan bahwa mereka yang kurang suka membaca lebih tertarik pada kegiatan menonton televisi, bermain game, chatting, dan sebagainya. Yah... mau bagaimana lagi...? “Bagaimana caranya... agar engkau mengerti...” (Rama-Takkan Pernah Menyerah).

Lanjut...
Sebenarnya tidak susah-susah, tidak usah membuat tulisan yang panjangnya se-RW, cukup mulai membaca saja mulai dari sekarang. Jujur saja, sekarang saya sudah mulai jarang membaca. Padahal sejak TK saya suka membaca. Menurut teman masa kecil saya (Rama), saya belajar membaca dari majalah Bobo. Thanks Bobo, teman bermain dan belajar. (Jadi kayak curhat, lah?)
Akan tetapi, saya menyimpulkan, saya masih hobi membaca sampai sekarang. Meskipun tidak setiap hari saya membaca buku (karena tidak ada bukunya, saya suka pilih-pilih buku sih). Kenapa saya menyimpulkan demikian? (Kenapa eh kenapa..?) Karena eh karena, setiap kali membaca buku/novel baru, saya suka lupa waktu. Satu buku baru harus habis hari itu juga. Kalau ada buku bagus, buku itu nggak akan selamat, coz akan saya lahap hari itu juga (kayak monster lah). Contohnya novel “Fairish” yang saya habiskan sampai larut malam.
Bukan maksud membanggakan diri, (nggak ada yang bisa dibanggakan juga), hobi membaca itu bagus asal disalurkan dengan benar. Jangan sampai lupa waktu (nah loe, kena sendiri dah).

OK, kawan-kawan. Tulisan konyol yang lari ke sana kemari ini harus saya akhiri sekarang. Kalau tulisan ini semakin panjang, mungkin akan semakin ngawur...
Terima kasih telah meluangkan waktu Anda yang sangat berharga untuk membaca tulisan ini.

Tak Harus Dengan Judul

Akankah kita bisa mengerti

bilamana isyarat zaman

mulai menampakkan keinginannya?

Bukankah kita hanya disibukkan

dengan lelucon dunia yang semu

membusungkan dada

menginjak-injak moral masa depan

bangga dengan keangkuhannya

yang senantiasa melilit

di pohon kehidupan.

Lupakah kita

dengan tetes keringat

dan darah mereka

yang mengering

di pusara pertiwi

merantaikan sepi tak bertepi di nurani

mengoyak hati yang tertinggal

Apa lagi yang tersisa dalam ruang jiwa?

hanya derai air mata

menampakkan eksistensinya

meski terkurung terali zaman

Namun asa mereka yang pergi

senantiasa mengiringi kebebasan kita yang kini kebablasan

Tanyakan pada hatimu, anak muda?

Apa yang dirasakan para pejuang itu?

Zaman yang semakin tua

lantas menyisakan debu bagi mereka

menggilas generasi yang lalai

Akankah semua tlah lupa

pada amanat mereka yang renta

yang pulang dalam keabadian...

Yang t`lah mewarisi kemerdekaan ini bagi kita semua.

27 Mei 2009

12:59 WIB

By Atika

Tak harus dengan judul

Bukan Puisi hanya Prosa

Serangkaian kerang
terbaris di atas pasir putih
menyambut ombak
yang datang silih berganti
menggulung pasir dan angin
menghempasnya
lalu pergi lagi
ke laut lepas.
Laut yang seperti tak berujung
bertepikan langit luas
ditemani awan putih
yang berserakan
menemani burung-burung berkicau
menyambut datangnya pagi
lalu mengantarkannya ke petang lagi.
Bunga-bunga berayun
seiring belaian angin yang lembut
tak mengusik kupu-kupu
dan kumbang yang menghampirinya.
Harmoni alam yang begitu serasi
beriringan dengan perannya.
Indahnya jika kita bisa hidup berdampingan
dengan alam, tanpa merusak keindahan
dan perannya yang telah memberi
banyak kebaikan bagi peradaban kita.


28 Mei 2009
18:40 WIB
By Atika